Kontroversi di Irak: Pernikahan Anak Jadi Sorotan Setelah UU Baru
Berita22 Januari 2025 20:07 WIB
Parlemen Irak telah mengesahkan amandemen terhadap undang-undang status pribadi, yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai langkah menuju legalisasi pernikahan anak. Amandemen tersebut memberikan kewenangan lebih besar kepada pengadilan Islam dalam menangani urusan keluarga, termasuk pernikahan, perceraian, dan warisan. Perubahan ini memungkinkan para ulama membuat keputusan berdasarkan interpretasi mereka terhadap hukum Islam.
Menurut laporan CNN, amandemen tersebut ditafsirkan oleh sebagian orang sebagai legalisasi pernikahan anak perempuan di usia remaja awal, sekitar 9 tahun, sesuai dengan pandangan mazhab Jafaari atau Ja'fari. Mazhab ini dianut oleh banyak otoritas keagamaan Syiah di Irak.
Seorang anggota parlemen, Raid Al Maliki, menyatakan dukungannya terhadap amandemen ini. "Terkait undang-undang status sipil, kami sangat mendukung dan tak ada masalah dengan itu," ujarnya.
Namun, sejumlah aktivis menyatakan kekhawatiran bahwa amandemen ini melemahkan Undang-Undang Status Pribadi Irak tahun 1959, yang sebelumnya telah menyatukan hukum keluarga dan memberikan perlindungan hukum bagi perempuan. Saat ini, hukum di Irak menetapkan usia minimal 18 tahun untuk menikah dalam banyak kasus.
Baca Juga: Calon Pengantin Pria Tak Hadir di Hari Pernikahan, Wanita di Surabaya Laporkan ke Polisi
Aktivis hak asasi manusia dan anggota Liga Perempuan Irak, Intisar Al Mayali, menyoroti dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh pengesahan ini terhadap perempuan dan anak-anak. "Melalui pernikahan anak perempuan di usia dini, yang melanggar hak mereka untuk hidup sebagai anak-anak, dan akan mengganggu mekanisme perlindungan untuk perceraian, hak asuh, dan warisan bagi perempuan," ujar Mayali.
Selain amandemen ini, parlemen Irak juga menyetujui undang-undang lain yang mencakup pemberian amnesti umum dan restitusi tanah.
Sumber Refrensi: CNN Indonesia